”Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rosul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al Baqoroh: 214)
I Jalan Itu Adalah Ujian I Bentuk ujian I Ujian para shahabat I Hikmah dan pelajaran I Ujian adalah beban bersama I Jangan meminta agar diuji I
Jalan Itu Adalah Ujian
Allah berfirman dalam Al Qur’an: Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan berkata: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (QS al-Ankabut [29]: 2-3).
Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dari Sa’d bin Abi Waqqas Radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku bertanya wahai Rasulullah siapakah orang yang paling keras ujiannya?. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Para Nabi, kemudian orang yang terbaik ( diantara kalian), seseorang akan diuji berdasarkan agamanya, apabila agamanya kuat maka ujiannyapun semakin besar, dan jika agamanya ringan maka dia akan diuji seukuran tingkat agamanya, dan seorang hamba akan senantiasa mendapat ujian sehingga Allah meninggalkannya berjalan di atas bumi dan dia tidak memiliki kesalahan apapun”.
Bentuk ujian
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun” Artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada–Nya lah kami kembali ( QS. Al-Baqarah: 155-156).
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami lah kamu dikembalikan. (QS. l-Anbiya’: 35)
Sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam di dalam sebuah riwayat Imam Abu Dawud dari Tsauban Radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Umat ini hampir saja memperebutkan kalian sebagaimana orang-orang yang makan memperbutkan makanan di atas tempayannya. Seorang bertanya: Apakah jumlah kita sedikit pada waktu itu wahai Rasulullah?. Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Bahkan jumlah kalian banyak pada saat itu, namun kalian bagai buih di air yang banjir, sungguh Allah akan mencabut dari dada-dada musuh kalian rasa gentar terhadap kalian dan Allah akan menghunjamkan di dalam hati-hati kalian rasa wahan. Seorang bertanya: Wahai Rasulullah apakah yang disebut dengan wahan tersebut?. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Cinta dunia dan benci kematian”.
Ujian para shahabat
”Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika ia tak dapat mencapainya dengan amal kebaikannya, maka Allah SWT menguji dan mencobanya agar ia mencapai derajat itu,” (HR Athabrani). Suatu hari Rasulullah SAW mengunjungi tempat penyiksaan keluarga Ammar bin Yasir. Kondisi sahabatnya itu begitu memilukan, sehingga hatinya laksana tercabik-cabik. Ammar memanggil Rasulullah SAW, ”Wahai Rasulullah, adzab yang kami derita telah sampai ke puncak.” Maka Rasulullah SAW bersabda, ”Sabarlah, wahai Abal Yaqzhan. Sabarlah, wahai keluarga Yasir. Tempat yang dijanjikan bagi kalian adalah surga.” (Rijaal Haular Rasul).
Khabbab al-Arats, sahabat yang tubuhnya menjadi saksi atas kekejian kafir Quraisy, ditindih batu yang panas membara, kepalanya diselar besi panas. Tubuhnya yang penuh luka diseret di atas timbunan bara api, sehingga lemak dan darahnya memadamkan bara api itu.
Ia dan beberapa sahabat yang sama-sama mengalami kebrutalan kafir Quraisy, datang menemui Rasulullah SAW. Mereka mengadu agar segera meminta pertolongan Allah SWT. Namun, Rasulullah SAW justru meminta untuk bersabar. Sebab, siksaan yang mereka alami belumlah seberapa dibandingkan dengan yang dialami orang beriman sebelum mereka.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Khabab bin Art, dia berkata: Kami mengadu kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam pada saat beliau sedang berbantal dengan selendangnya di bawah naungan Ka’bah, kami berkata kepada beliau, “Tidakkah engkau memohon agar Allah memberikan pertolongan -Nya bagi kami?. Tidakkah engkau berdo’a agar Allah memberikan kemenangan bagi kami?. Maka Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh seorang lelaki sebelum kalian digalikan baginya sebuah lubang di tanah lalu dia ditimbun padanya, dan didatangkan baginya sebuah gergaji dan diletakkan pada kepalanya lalu kepalanya dibelah dua namun hal itu tidak menghalanginya untuk tetap teguh pada agama Allah, seorang lelaki lain disisir dengan sisir dari besi pada bagian daging, tulang dan urat-uratnya namun hal itu tidak menyurutkan tekadnya dari Agama Allah.
Demi Allah!. Sungguh Allah akan menyempurnakan perkara agama ini sehingga seseorang akan berjalan dari Shan’a sehingga ke Hadhramaut dan dia tidak akan takut kecuali kepada Allah atau seorang penggembala tidak akan takut terhadap serigala yang menerkam gembalaannya, namun kalian tergesa-gesa”. Mendengar kata-kata Nabi SAW itu bertambahlah keimanan dan keteguhan hati mereka
Hikmah dan pelajaran
Ujian bagi orang beriman, ibarat tempaan bumi pada sebuah batu intan. Semakin lama ia terkondisikan dalam perut bumi, maka intan itu semakin bernilai tinggi. Allah SWT berulang-ulang menegaskan hal ini. ”Apakah kalian mengira akan dapat masuk surga. Padahal, belum lagi terbukti bagi Allah SWT orang-orang yang berjuang di antara kalian, begitupun orang-orang yang tabah.” (QS Ali Imran: 142).
Orang yang tabah senantiasa bersabar dalam menerima ujian. Hakikat itulah yang Allah SWT dan Rasul-Nya inginkan, sehingga maksimalitas atas keimanan berada pada puncaknya. Yakin dalam keimanan yang murni, bahwa hanya Allah SWT tempat bergantung, Allah tempat berlindung. ”Sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, hingga terbuktilah bagi Allah orang-orang yang benar dan terbukti pula orang-orang yang dusta.” (QS Al Ankabut: 3).
Allah ta’ala pasti akan menguji orang-orang beriman sehingga orang yang benar imannya terbedakan dari orang yang dusta keimanannya. Dengan demikian, hikmah Allah yang agung telah menetapkan bahwa keberadaan ujian itu merupakan sebab yang akan menonjolkan perbedaan antara yang baik dan yang buruk, yang selamat dan yang celaka. Allah ta’ala berfirman, “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini (yaitu keadaan kaum muslimin bercampur baur dengan kaum munafikin, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin).” (Ali ‘Imran: 179).
Abu Ubaidah Al-Harwi berkata: maksudnya Subhanahu wa ta’ala memberinya ujian dengan berbagai musibah agar Dia memberi pahala dengannya dan umat Islam ini telah diuji dengan konspirasi dan kezaliman musuh terhadap diri mereka, hal itu baik sebagai sanksi yang telah diturunkan oleh Allah Swt atas mereka akibat kelalaian dalam menjalankan ketaatan kepada-Nya atau sebagai ujian dan cobaan. Allah Swt berfirman: “Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain”. (QS. Muhammad: 4).
Orang yang diberikan kesulitan sebagai ujian dari Allah Swt mendapatkan makin kokoh agamanya. Imam Asy Syafi’i pernah ditanya, “Manakah kondisi yang lebih baik bagi seorang, apakah dia dikokohkan agamanya atau diuji?” Beliau menjawab,“Keimanannya tidak akan kokoh sehingga dia diuji.”. Begitulah karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Alam Nasyrah 5-6).
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Aku memohon kepada Allah agar Dia menjadikan kalian sebagai orang yang apabila diberikan nikmat maka dia bersyukur, dan apabila diuji maka dia bersabar, dan apabila melakukan dosa maka dia meminta ampun, sesungguhnya tiga perkara ini adalah modal bagi kebahagiaan seorang hamba, tanda keberuntungannya di dunia dan akherat dan tidak ada seorangpun yang bisa terlepas darinya selamanya, sesungguhnya seorang hamba akan tetap berbolak balik pada tiga keadaan ini”.
Ujian adalah beban bersama
”demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling berwasiat dalam kebenaran dan saling berwasiat dalam kesabaran.” [Al 'Ashr [103]:1-3]
Jangan meminta agar diuji!
Seorang mukmin adalah pribadi yang senantiasa berhati-hati dalam setiap permasalahan, merenungkan setiap dampak yang akan timbul, karena seorang fakih adalah yang mampu memfokuskan perhatian pada dampak yang akan timbul dan tidak terpedaya dengan fase-fase permulaan semata. Oleh karena itu, dia tidak terburu-buru meminta agar kemenangan atau pengokohan disegerakan, meskipun perasaan dan semangatnya bergejolak menghadapi ujian, karena tahu dia mesti diuji terlebih dulu.
Tidak pula dia meminta agar diuji karena hal itu mengandung fitnah yang dampaknya tidak diketahui. Seorang tidak tahu, apabila dia diuji, dirinya akan teguh menghadapinya atau sebaliknya dia berbalik mundur ke belakang.
Poin ini telah ditegaskan dalam berbagai do’a nabi yang berisikan permintaan ampunan dan keselamatan dari ujian dan cobaan. Demikian pula hal ini ditunjukkan dalam berbagai hadits yang mengandung larangan untuk mengharapkan perjumpaan dengan musuh, mengharap sakit, atau hadits-hadits yang semisal.
Hudzaifah radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Tidak sepatutnya seorang mukmin menghinakan dirinya sendiri.” Orang-orang bertanya, “Bagaimana bisa dia menghinakan dirinya sendiri?” Hudzaifah menjawab, “Dia menghadapi ujian yang tidak mampu dipikulnya.”
Sumber:
http://users6.nofeehost.com/alquranonline/AlQuran.asp
http://quran.al-islam.com
http://myquran.com/forum/showthread.php/5173-Iman-dan-Ujian-Ibarat-Keping-Mata-Uang
http://hanafishahdan.blogsome.com/2009/02/07/ujian-orang-beriman/
http://gpriyandoko.wordpress.com/2006/01/13/ujian-orang-beriman/
http://www.pks-jaksel.or.id/Article352.html
http://abuabdurrahman.com/?p=293
http://ikhwanmuslim.com/akidah/fikih-ujian